Berbekal capainya berkendara dan tersesat, malam itu kami tidur dengan pulas, namun pagi yang dingin yang pelan-pelan dilelehkan sinaran matahari selalu menyambut kami dengan ramah. Pagi ini kami berencana bertolak menuju Labuan Bajo dari Ruteng. Rasanya masih terlalu cepat untuk pergi dari sini. Barang masih belum dikemas, kerasan kah kami disini..? Ah, sudahlah..ayo kita sarapan dahulu. Selapis roti atau telur rebus tinggal kami pilih, teh hangat atau kopi asli Ruteng tinggal seduh saja. Kombinasi keduanya lengket di lidah dan hangat diperut. Sedap memang sarapan Ruteng ini.

Ongkang-ongkang sarapan, tak lama kemudian datang kembali kawan satu ini. Kawan ini kemarin sudah datang dan menebarkan pikatnya. Hari ini, kawan ini datang lagi dan menawarkan kembali produk khasnya. Toh, masih ada waktu cukup untuk sedikit memuaskan dahaga akan koleksi berharga.

Koleksinya berasal dari wilayah sekitar Kota Ruteng, masing-masing desa atau wilayah umumnya memang memiliki penenun tetap yang menghasilkan tenunan khas desa atau wilayahnya. Bagian dari tradisi turun temurun yang sekarang dikuatkan dengan motif ekonomi. Warna dan corak masing-masing kain berbeda sesuai keinginan/kekhasan sang penenun atau wilayahnya. Studi mendalam mengenai perbedaan motif dan pola, hingga latar belakang budayanya sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Sayangnya studi dengan tingkat ketelitian demikian masih minim. Kalaupun ada, masyarakat umum dan bahkan masyarakat Flores sendiri rasanya tidak banyak tahu mengenainya.

Baiklah, tumpukan keunikan kekayaan pulau ini kini turut menjadi koleksi kami. Barang-barang menjadi bertumpuk dan ransel kami pun menjadi semakin berat. Saatnya meninggalkan RIma dan menuju travel yang sudah kami pesan sebelumnya. Betul, disini juga sudah ada moda transportasi travel layaknya di Jawa.

Gunung Mas travel. Itulah nama usaha travel yang akan kami tumpangi nanti. Mobilnya adalah mobil elf (yup, tipikal mobil travel), dengan harga regulernya saat itu adalah 70 ribu rupiah untuk keberangkatan jam 14.00 nanti karena yang pagi sudah penuh semua. Penumpangnya juga cukup ramai, hampir semua kursi terisi. Sebelum berangkat, sempat juga kami membekali dengan beberapa roti pia yang katanya memang khas ruteng. Jam 2 siang lebih sedikit, tiba saatnya kami berangkat. Perjalanan menuju Labuan Bajo (konon katanya) memakan waktu seitar tiga jam.

Tidak jauh dari luar Ruteng, mobil kami singgah sebentar untuk membeli jeruk Ruteng. Produk Ruteng terakhir yang kami nikmati saat itu, Rasa manis dan segarnya jeruk mengingatkan manisnya pengalaman kami di Ruteng, sedikit rasa asam menjadi pengingat panjangnya kilometer dalam ketersesatan kami. Ah, belum belum kami sudah merindu Ruteng. Di masa mendatang, Ruteng rasanya wajib dikunjungi lagi, toh masih ada Wae Rebo dan Liang Bua yang belum sempat didatangi. Bernostalgila dan merindu, inilah bagian rindu dari tulisan ini. Sudah pasti lebih-lebih sekarang, semakin rindu rasanya.

Motif kainnya unik-unik yaaaa, khas sana paling yaak, soalnya baru liat juga sih kain kayak gitu hehehe
LikeLike
Budaya kita memang banyak kain khas daerahnya sendiri. Sumatra, hingga papua ada juga. Hanya saja, saya terlanjur suka kain dari wilayah ini..hehehe..
LikeLiked by 1 person